SAAT HATI BICARA (10)

SAAT HATI BICARA

Part 10
(TIEN KUMALASARI)


"Kenapa kamu ini? Pelan2 dong minumnya.." 

Laras mengelus elus dadanya, untuk menenangkan hatinya.

"Minumlah lagi, tapi pelan2."

"Kalau begitu, Agus itu seorang duda?"

Maruti mengangguk.,

"Kasihan... "

"Kamu itu kenapa? Aku tuh ingin tau, benarkah yang dimaksud itu doker Santi yang bekas isterinya pak Agus, atau dokter Santi yang lain."

 "Nggak tau aku.. mas Panji nggak pernah cerita tentang nama dokter itu, dan aku juga nggak nanya. Tapi kalau memang dia itu bekas isterinya Agus, mengapa mas Panji nggak tau? Kan mereka temenan."

"Iya ya... barangkali Santi yang lain.."

"Tapi apapun atau siapapun dia, mas Panji nggak suka kok.. "

"Hmm..."

"Kamu tau nggak mas Panji tuh suka sama siapa?"

Maruti berhenti menyuapkan makanan kemulutnya. Ia sungguh ingin tau siapa yang sebenarnya disukai Panji, dan Maruti sudah siap untuk patah hati kok. Eitt.. emangnya Maruti jatuh cinta beneran? Hanya Maruti sendiri yang tau.

"Menurut aku.. dia tuh sukanya sama kamu."

Dhiegg... seakan ada sesuatu yang memukul dadanya.

"Beneran ... aku nggak bohong."

Maruti mengibaskan tangannya tanda tak percaya, kemudian diteguknya minuman dalam gelas agar sedikit menenangkan perasaannya.

"Dia itu kalau ketemu aku, cuma kamun yang dibicarain.."

"Apa yang penting dibicarakan tentang aku? Aku ini gadis biasa saja, anak orang biasa, tidak bependidikan, begitu kan?"

"O.. bukaan.. bukaan begitu, ia memuji muji kecntikan kamu, kelembutan hati kamu.. dan semuanya yang baik2 tentang kamu. Suweeeerrr.."

Maruti tak menjawab, ia sibuk menghabiskan sisa makanannya, kemudian meneguk minumannya sampai habis.

"Bagaimana dengan kamu?"

"Sudah sore, sebaiknya kita pulang," Maruti membuka tas dan mencari dompetnya, ia tak mau Laras mentraktirnya terus menerus karena selama ini ia tak pernah boleh membayar makanan setiap kali makan bersama.

"Eiiit.. jangan, biar aku yang bayar." kata Laras sambil berdiri kemudian melangkah kearah kasir.

Maruti menghela nafas panjang. Ia yakin Laras hanya ingin menggodanya. Ia suka mengoceh yang tidak2, karenanya Maruti kurang percaya. Tapi apabila benar...? Dan Laras sudah sampai didekatnya, kemudian menggandengnya keluar dari rumah makan itu.

"Aku antar kamu sekalian."

*

Mengetahui kakaknya datang terlambat, Dita langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.

"mBak.. diantar mas Panji lagi? Kok nggak bawa oleh2?"

"Ih.. Dita.. siapa.. diantar siapa.. ngawur kamu."

"Itu tadi mobil siapa?"

"mBak sama Laras.."

"Apa kabar mas Panji, mengapa lama tidak datang kemari?Dilarang ya sama mbak?"

"Dita, kamu ada2 saja. Bagaimana ibu? Obatnya selalu diminum pada waktunya kan?" Maruti mengalihkan pembicaraan.

"Ibu baik. Sudah makan banyak, obatnya selal diminum tepat waktu."

"Oke, terimakasih sayang," kata Maruti sambil terus melangkah kebelakang.

"Mbak.. kangen deh sama mas Panji.." Dita masih nyerocos dibelakangnya.

"Dita !!"

Dita tertawa tawa :"Emang nggak boleh..?"

"Nggak pantas ah..

Maruti masuk kekamar dan mengunci pintunya dari dalam. Sesungguhnya Maruti masih memikirkan kata2 Laras. Mas Panji sukanya sama kamu. Aah... mengapa aku harus percaya sama kata2 Laras, dia itu kan suka mengganggu orang..  batin hati Maruti.

*

Tapi Laras kayaknya tidak bohong. Sore setelah mengantar Maruti pulang, Panji sudah menunggu diteras rumah Laras.

"Sudah lama mas?" Sapa Laras.

"Sampai ketiduran aku, kamu dari mana aja?"

"Dari jalan sama Maruti."jawab Laras sambil duduk dihadapan Panji.

"Yaaaah.. kenapa nggak bilang sama aku.. "

"Memangnya kenapa kalaa bilang?"

"Sudah lama aku nggak ketemu Maruti,"

"Kangen ya ?"

"Bangeeett..."

"O.. jadi dugaan aku nggak salah ..."

"Dugaan apa?"

"Mas suka ya sama Maruti?"

"Dia sudah punya pacar?"

"Beluum.. memangnya mas yakin dia juga suka sama mas?"

"Hampir yakiin.."

"Huuh.. sok ganteng .. "

Dan Panji pun tertawa. Tapi kemudian wajahnya muram karena teringat kata2 ibunya. Dan Laras juga kemudian teringat kata2 Maruti sore tadi, tentang dokter Santi.

"Tunggu mas, bolah aku bertanya?"

"Apa tuh?"

"Dokter yang kata bude mau diambil menanu itu, namanya Santi? Susanti."

"Ya.."

"Mas itu temenan sama Agus kan? Agus Prasetya bosnya Maruti..?"

"Ya, teman bisnis aja."

"Mas tau nggak kalau Agus itu duda?"

"Tau. Kamu kaya intel sedang menginterogerasi penjahat saja."

"Kenal sama bekas isterinya?"

"Nggak, nggak pernah nanya, aku kenal ketika dia sudah duda dengan anaknya yang masih kecil. Nggak pernah nanya2 aku, sungkan, tau."

"Nah, bekas isterinya itu seorang dokter, namanya Susanti."\

"Apa?"

*

"Bu... ibu...." Panji melangkah tergesa kedalam rumah, Biasanya ibunya duduk dikursi malas didepan televisi, tapi tak ada.

"mBook... mbook.." lalu dipanggilnya simbok, pelayan setia yang selalu meladeni ibunya.

"Ya.. mas, sudah pulang? "

"Mana ibu?"

"Ibu baru saja pergi, katanya mau kontril ke dokter.

"Lho, apakah ini jadual kontrol? BUkankah baru tiga hari yang lalu ibu kontrol?"

"Tadi ibu mengeluh dadanya agak sesak, kemudian menuruh pak Man mengantarkan ke dokter."

Tanpa menjawab Panji langsung keluar menuju kemobilnya yang belum sempat dimasukkannya ke garasi. Kalau ibunya mengeluh dadanya sesak berarti ini masalah serius bagi kesehatan ibunya. Ia mengesampingkan niatnya bertanya tentang status dokter Santi.  Tapi pasti ibu keklinik langganannya dimana disana ada dokter Santi yang disukai ibunya. Apa boleh buat.

*

Panji buru2 memarkir mobilnya dan mencari cari dimana mobil ibunya. Tapi tak tampak disana. Panji bergegas masuk kedalam dan bertanya pada suster jaga.

"Ma'af sus, apakah tadi ada pasien bernama ibu Anjar Kusuma?"

"Oh, itu pasien dokter Santi, silahkan bapak bertanya. Kebetulan pasiennya sudah habis dan tampaknya dokter Santi mau keluar.

Panji mengetuk ruangan dokter Santi, lalu langsung masuk kedalam. Dilihatnya dokter Santi sudah berdiri dan bersiap akan pergi.

"Santi.."

"Oh, mas Panji, kebetulan kamu datang mas, ibu baru saja saya kirim ke rumah sakit."

"Kenapa?" Panji merasa kecut.

"Mudah2an nggak apa2, saya mau kesana begitu pasien habis. Ayo sama2."

"Aku bawa mobil, biar aku mengikuti kamu saja. Sebenarnya bagaimana keadaannya?"

"Ada serngan jantung mas, mudah2an nggak apa2."

Tak ada rasa kikuk antara keduanya karena memang mereka sudah lama berkenalan.Apalagi Panji sedang merasa khawatir tentang kesehatan ibunya. Tanpa banyak berkata kata ia segera memacu mobilnya mengikuti dokter Santi kearah rumah sakit terdekat.

*

Ternyata bu Anjar masih ada diruang ICU. Dokter Santi berbicara sebentar dengan suster jaga kemudian mempersilahkannya masuk. Dokter Santi masuk kedalam sambil menggamit tangan Panji supaya mengikutinya.

Panji merasa cemas melihat keadaan ibunya. Bu Anjar memejamkan mata, selang infus melingkar di lengannya. Asupan oksigen tampak menutupi mulut dan hidungnya. Sepi menyeruak diruangan itu, hanya detak2 mesin pendeteksi jantung terdengar mengiris perasaan Panji.

"Ibu..." Panji berbisik lirih. Bu Anjar tampak membuka matanya. Ia melihat kesebelah kirinya, ada dokter Sant dan sebelah kanannya aanak laki2nya, Panji. Bu Anjar memberi isyarat agar keduanya lebih mendekat.

Wajah dokter Santi pucat, ia tahu keadaan bu Anjar sangat menghawatirkan. Ia memegang tangan wanita paruh baya itu. Dan Dilihatnya tangan bu Anjar mencari cari sesuatu. Dokter Santi memberi isyarat agar Panji memegang tangan yang satunya. Nafas bu Anjar tampak tersengal, Titik air mata Panji sambil mengelus elus tangan ibunya.

"Ibu tadi pagi tak apa2.. mengapa tiba2 begini?" serak suara Panji terdengar memilukan.

Namun Panji melihat senyum ibunya. Dengan gerakan lemah tangan ibunya mempersatukan tangannya dan tangan dokter Santi...

**

Komentar

Postingan Populer