SAAT HATI BICARA (6)

SAAT HATI BICARA

Part 06
(Tien Kumalasari)

Maruti dan Agus bersamaan menoleh kearah datangnya suara, Maruti menahan debar jantungnya, sementara Agus segera menyalami sahabatnya dengan hangat.

"Kok kamu tiba2 ada disini?" Sapa Agus ramah.

"Kebetulan lewat, ingat Maruti ada disini, jadi bisa sekalian aku samperin."

"Ini hari pertama Maruti kerja," kata Agus seperti melaporkan sesuatu kepada atasannya.

"Bagaimana dia?"

"Baik kok... mudah2an dia kerasan."

"Bimbing dia, karena belum berpengalaman Pras,"

"Ya, pasti lah..."

"Sudah mau pulang juga? Aku bawa Maruti ya?"

"Oke, silahkan... ?" Agus tersenyum, sepertinya senyum itu menggoda, seperti mengartikan sesutu, tapi Panji seakan tak perduli. Dihampirinya Maruti yang masih tegak berdiri tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Kita pulang sama2." Dan tanpa menunggu jawaban Maruti Panji sudah memegang lengannya untuk dibawa bersamanya.

"Oke, hati2 dijalan..." sapa Agus sambil manurunkan anaknya.

"Hai Sasa,,, tante pergi dulu ya," Maruti menyapa Sasa dengan manis, sambil menowel pipinya yang menggemaskan.

"Daaag.. ," Sasa melambaikan tangan dengan dipegangi oleh susternya.

Agus menghela nafas panjang, Entah apa yang ada dalam fikirannya.

"Ayo kita pulang Sasa.."

*

Didalam perjalanan pulang Maruti masih juga menahan debaran jantungnya. Ini aneh, berbicara berlama lama dengan Agus.. seperti tak ada perasaan seperti ini. Mereka sama2 laki2, handsome, menarik donk bagi perempuan manapun yang diajak bicara, tapi Maruti merasakan hal yang berbeda. Apa karena pandangan mata Panji yang begitu tajam, senyum yang memikat.. ah.. bencinya Maruti pada perasaannya sendiri.

"Kok diam?" tiba2 Panji memecahkan kebisuan itu.

"Aku... harus bicara apa? Mengapa mas Panji menjemput saya?"

Pasti Panji merasakan suara Maruti yang agak bergetar. Ia tersenyum memandang Maruti yang kebetulan juga menoleh kearahnya. Hm... mengapa sih senyumnya begitu ?Maruti mengalihkan pandangan matanya kearah depan. Ada sesuatu yang menghentak dadanya.

"Kan aku tadi bilang, kebetulan lewat, lalu aku teringat ini hari pertama kamu bekerja. Cuma ingin tau saja. Gimana, suka pekerjaannya?"

"Suka.. terimakasih banyak ," jawab Maruti

"Syukurlah, semoga kerasan.. "

"Terimakasih mas.." itu lagi yang diucapkannya..

"Sudah terimakasihnya. Oh ya.. mau menemani aku makan?"

"Apa?"

"Makan, dari tadi aku belum makan, lapar nih," katanya seperti meminta. Maruti bingung, menolak segan, menerima juga bingung.

"Ini kan sudah sore.."

"Itulah, sudah sore begini belum sempat makan, banyak kerjaan dikantor. Mau kan? Sebentar saja."

Mau tak mau Maruti mengangguk. Ia merasa, barangkali nanti dengan minum seteguk air bisa menenangkan segup jantungnya.

*

Mobil Panji berhenti disebuah halaman parkir yang luas. Rumah makan mewah, pikir Maruti. Ia belum pernah makan dirumah makan seperti ini. Ia terkejut ketika tiba2 Panji sudah membukakan pintu disampingnya dan mempersilahkan turun.

"Ayo, kok ngelamun, kita sudah sampai."

Maruti turun tanpa menjawab, dan berjalan mengikuti langkah Panji.

Rumah makan itu tak begitu ramai, maklum, jam makan siang sudah lewat. Mereka duduk disebuah sudut, agak jauh dari pelanggan lainnya.

"Mau makan apa?" tanya Panji

"Kan mas yang lapar, aku nggak lapar kok.

"Kamu tadi makan siang jam berapa?"

Maruti tak menjawab, apakah ia makan siang tadi? Tidak, ia hanya duduk dan minum sebotol air putih yang dibawanya, dan menolak ketika salah seorang teman mengajaknya ke kantin. Jadi sesungguhnya dia juga lapar. Malu dong mengakuinya..

"Makan jam berapa sih? " Panji mengulang pertanyaannya.

"Aku... mm.. ya tadi... lupa jamnya," jawab Maruti sekenanya.

"Ini sudah sore, jam istirahat sekitar jam duabelas...ya.. pasti masih bisa dong sesuap dua suap lagi.. kan aku minta ditemani tadi?"

Maruti menghela nafas lalu mengangguk pelan.

Panji memanggil pelayan restoran.

"Aku mau makan nasi sama ayam goreng aja. Kamu apa?" tanyanya pada Maruti.

Maruti menelan ludahnya, mm.. ayam goreng.. itu kan kesukaannya?

"Terserah mas saja," jawabnya sedikit sungkan. Ia khawatir Panji melihatnya ketika ia menelan ludah karena mendengar makanan kesukaannya.

"Nasi ayam juga?"

Maruti mengangguk.

"Minumnya? Aku mau lemon tea hangat. Jangan minum minuman dingin setelah makan. Itu kurang bagus, bisa memicu kolesterol tinggi"

Dirumah makan ada ceramah kesehatan nih. Pikir Maruti,

"Aku teh panas." jawab Maruti

Sambil menunggu pesanan itu tiba2 ponsel Maruti berdering. Haa.. dari si centil Dita, pasti akan banyak pertanyaan kalau dia jawab apa adanya.

"Hallo, Dit.."

"Hallo, mbak dimana? Masih bekerja ya? Sore amat pulangnya, jam berapa nanti pulang? "

Maruti tersenyum, geleng2 kepala.

"Mana yang harus mbak jawab lebih dulu? Banyak benar pertanyaannya?"

"Terserah mbak deh, yang penting kenapa mbak belum pulang."

"Ya, sebentar lagi mbak pulang."

"Ini masih dikantor...?"

"Nggak.. lagi... lagi.. dijalan.." Maruti menjawab sekenanya.

"Lhoh, naik apa, kok bisa sambil ngejawab telephone?"

Waduh... ini bisa panjang lagi kalau nggak segera dapat jawaban yang bisa menghentikan pertanyaan Dita.

"Mm.. mbak lagi mampir beli oleh2 buat kamu."

"Asyiiik.. apaan tuh."

"Sudah jangan tanya2 lagi."

Maruti menutup ponselnya.

Panji tersenyum:" Dita ya? Terpaut berapa tahun kamu sama dia?"

"Cuma... dua tahun setengah."

"Oh ya?  Kayak terpaut sepuluh tahun deh."

Mau tak mau Maruti tersenyum geli, masa sepuluh tahun?

"Masa? Aku kelihatan tua ya?"

"Bukan, dia masih seperti anak2, sementara kamu tampak lebih dewasa.

"Oh... itu..."

Mereka menghabiskan sejam untuk makan dan minum, sementara tiba2 Panji memberikan sekotak bungkusan kepada Maruti.

"Apa ini?"

"Kan kamu tadi bilang, lagi beli oleh2 buat Dita, kalau nggak bawa bisa ngamuk dia."

"Oh.. ta..tapi..."

"Sudah, ayo kita pulang... "

Tanpa menunggu jawaban Maruti, Panji segera melangkah menuju mobilnya.

*

Dita kegirangan mendapat oleh2 sekotak ayam goreng, lengkap dengan lalapan dan sambelnya. 

"Waah,, ini hebat, dan ini makanan mahal."

"Sudah .. bawa kebelakang dan taruh dipiring..."

"mBak sudah gajian? Memangnya gaji bisa dibayar dimuka? Enak bener bekerja disana? Banyak ya gajinya?"

"Dita.. cerewet amat... mbak mau mandi dulu."

"mBak, kalau sudah gajian, nanti kita belanja2 yuk.. barangkali ibu juga mau diajak jalan2."

"Kamu ini ngomong apa, masuk juga baru sehari, mana mungkin gajian?"

"Lhoh.. lha ini?"

"Dikasih mas Panji !" kata Maruti sambul berlalu karena kesal diberondong pertanyaan lalu mengatakan apa adanya, meninggalkan Dita terbengong bengong.

"Mbaaak..."

Dita ingin bertanya lebih banyak, tapi Maruti sudah menutup pintu kamar mandi.

*

Malam itu Maruti sedang istirahat dikamarnya. Banyak kejadian yang membuatnya memikirkan banyak hal. Sikap Panji.. sikap Dita.. pekerjaan yang dianggapnya menyenangkan.Ia mengunci pintu kamarnya rapat2, takut Dita akan bertanya terus tentang pemberian ayam goreng dari Panji. Tiba2 ponsel berdering. Dari Laras...

"Hallo Ras.."

"Sudah tidur kamu?"

"Ya belum lah, kalau tidur mana bisa ngejawab telephone kamu. Ada apa?"

"Gimana pekerjaannya?"

"Baik kok, kayaknya aku kerasan .."

"Syukurlah. Oh ya, bukankah tadi mas Panji menjemputmu?"

"Ya, kenapa juga dia begitu, aku jadi sungkan, dan merasa merepotkan."

"Dengar Rut, mas Panji sebenarnya lagi sedih. Maksudku.. bingung."

"Memangnya kenapa?"

"Ibunya memaksa mas Panji untuk menikah."

"Apa?"

"Dengan pilihan ibunya."

Komentar

Postingan Populer