SAAT HATI BICARA (5)

SAAT HATI BICARA

Part 05
(Tien Kumalasari)

Sampai ketiganya duduk diteras itu, Dita masih tertegun dibalik pintu. Seperti mimpi rasanya melihat laki2 yang selalu membayang dipelupuk matanya.

"Aku kebelakang dulu ketemu bu Tarjo ya." tiba2 Laras berdiri dan beranjak kebelakang. Dita terkejut dan tak sempat menghindar dari sana.

"Heiii.. apa yang kamu lakukan disini..?" teriak Laras .

"Oh.. eh.. aku... aku ingin .. ingin tau siapa tamunya..," gugup Dita menjawabnya. Tapi ketika ia mau pergi kebelakang, Laras mencegahnya.

"Hei.. keluar saja.. itu sepupuku, mas Panji. Mau dikenalin nggak?" Tiba2 Laras sudah menarik tangan Dita dan dibawanya keluar.

"Nih.. ada satu lagi gadis kecil bersembunyi disitu.," teriak Laras.\

Dita kelimpungan. Dan Panji menatapnya lekat.

"Kamu? Kamu.. ???"

"Kenapa mas ?" tanya Laras heran.

"Tuh kan, aku bilang apa.. wajahnya mirip... ini gadis sembrono yang nyaris tertabrak mobilku kemarin lusa."

Maruti memandangi adiknya yang menatap Panji dengan berani. Astaga, Dita... hampir saja Maruti menarik tangan Dita agar segera duduk didekatnya. Tapi Dita malah memgulurkan tangannya.

"Hallo, nggak nyangka bisa ketemu lagi."

"Kamu adiknya Maruti ?"

"Namaku Dita, Anindita, mas Panji kan ?"

Tentu saja Dita tau karena mendengar Laras berkali kali menyebut namanya.

"Mirip,, cuma sedikit beda.Yang ini pemalu, yang ini pemberani," kata Panji sambil tersenyum.

"Saya berani karena tidak sedang melakukan kesalahan. Kalau kemarin itu.. iya lah aku salah, menyeberang tanpa melihat kiri kanan, jadi ya ketakutan."

"Ya sudah, aku mau ketemu bu Tarjo dulu." Kali ini Laras benar2 pergi kebelakang, sudah lama ia tak menemui bu Tarjo.

Tiba2 Maruti pun bangkit.

"Aku buatkan minuman dulu."

"Aku saja," Dita menarik kakaknya agar kembali duduk, sedangkan dia sendiri kemudian berdiri meninggalkan mereka berdua.

Maruti masih merasa kikuk.

"Kalian mirip..," Panji mengulang kata2nya sambil memandang Maruti lekat2.

"Iya, namanya saudara," Maruti tersenyum.

"Oh ya Maruti, aku ingin mengatakan sesuatu," Panji berpindah tempat duduk, agak mendekat dari Maruti, membuat Maruti semakin panas dingin.

"Kamu jadi memerlukan pekerjaan?"

"Oh .. tidak.. eh..bukan.. mm.. maksud ku.. jangan repot2... aku..." gugup Maruti menjawabnya. Alangkah maulunya menjadi karyawan si tampan ini.. perusahaan besar.. dimana ia yang tak berpendidikan, nggak berpengalaman.. aduuh.. pasti ia kelihatan paling bodoh dan kampungan.

"Nggak repot, kemarin malam temen saya yang punya perusahaan lumayan, bilang membutuhkan customer servise.. tak perlu sarjana kok. Kalau kamu mau, aku berikan kartu namanya," Panji merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar kartu nama dari dompetnya. Maruti menerimanya dan sedikit tenang hatinya karena bukan dikantor Panji ia harus melamar.

"Temui  dia dan bilang kamu saudara aku."

"Terimakasih banyak mas," jawab Maruti. Ia membaca kartu nama itu, Agus Prasetya,Manager Marketing..

"Dia temen baikku.. kebetulan saja kemarin omong2.. Kamu tertarik? Tapi kamu boleh pikirkan kok, atau kamu ketemu dulu.. kemudian kamu jalani beberapa bulan.. kalau suka diterusin.. kalau nggak suka ya sudah."

Panjang lebar Panji membicarakan tentang pekerjaan itu, dan Maruti bertekat ingin mencobanya.

"Silahkan diminum mas...," tiba2 Dita muncul dengan senampan teh hangat, yang diletakkannya dimeja dengan masih tersenyum senyum.

"Terimakasih Dita.."

*

Pertemuan siang itu membuat Dita banyak mengoceh. Ia tampak gembira sekali bertemu kembali dengan laki2 yang pernah hampir menabraknya, dan tampaknya sekarang benar2 menabrak hatinya.

"mBak, katakan.. apa mas Panji itu sudah punya pacar?" tanya Dita tanpa sungkan.

"Apa? Ya mana mbak tau Dita.. berkenalan juga baru kemarin.." jawab Maruti kesal. Ia merasa Dita terlalu ingin tau tentang Panji, dan itu membuatnya kurang nyaman.

"Mbak suka sama dia?"

"Dita ! Kamu ini ngomong yang enggak2 saja." Maruti cemberut.

"Tadi mbak dikasih apa? Alamat dia? Mana coba, Dita ingin tau.."

"Huuh... nggak boleh..!" jawab Maruti sengit.

"Jahat bangat sih mbak.. ingin tau alamatnya aja.. nggak mungkin lah aku berani main kerumahnya."

Karena kesal Maruti mengulurkan kartu nama yang tadi diberikan Panji.

Dita membacanya lalu mengerutkan keningnya.

"Kok Agus Prasetya...?"

"Memang iya.. "

"Siapa dia ?"

"Mas Panji mencarikan pekerjaan mbak, terus mbak dikasih kartu nama ini. Ini temannya mas Panji, lagi butuh karyawan."

"Ah.. aku juga mau.." Dita nerocos semaunya.

"mBak akan bekerja, kamu harus menemani ibu. Bulan depan ibu tidak usah menerima pesanan lagi. Sekarang ini hanya menyelesaikan pesanan yang sudah disepakati."

*

Disebuah kantor, Maruti menemui Agus Prasetya. Orangnya baik, ramah, dan Maruti langsung suka menerima pekerjaan itu. Bukan karena kebaikan dan keramahan Agus, tapi Maruti memang membutuhkannya.

"Kalau kamu setuju, kamu boleh mulai bekerja Minggu depan, memang sih gajinya tidak banyak diawal awal bulan, tapi kalau pekerjaan kamu memuaskan aku janji memberikan salary yang lebih baik," kata Agus.

*

"Mengapa kamu harus bekerja Rut, ibu masih kuat melakukan apa saja," kata bu Tarjo ketika Maruti menceriterakan perihal pekerjaan itu.

"Nggak bu, ibu sudah lelah, Maruti sudah dewasa, dan tidak harus selalu memberati ibu dengan segala keperluan kami.  Sa'atnya ibu beristirahat. Kalau kita hidup sederhana, pasti gaji Ruti akan cukup untuk kita bertiga.

"Bu, mbak Ruti sudah dewasa, ibu carikan saja jodoh yang kaya buat dia.. supaya..."

"Stop Dita!! Kamu sukanya bercanda deh !" Maruti kesal dengan candaan adiknya.

"Tapi kalau suaminya kayak mas Panji, mbak Ruti suka kan? Eh.. jangan.. mas Panji buat aku saja.." Dita cengar cengir, dipelototi kakaknya. Ada rasa kurang nyaman ketika Dita mengatakan bahwa mas Panji buat aku saja... huhh.. ada apa dengan hati ini ?

"Dita, jangan suka mengolok olok kakakmu, nanti paha kamu habis kena cubit lho.," bu Tarjo tersenyum. Bagaimanapun canda si bungsu ini selalu membuatnya hangat.. kalau dia sedang tak dirumah.. bu Tarjo selalu mengatakan sepinya rumah ini...

*

Hari sudah agak sore, sa'atnya pulang. Beberapa karyawan mengangguk kearah Maruti yang disambut dengan manis olehnya. Baru sehari bekerja Maruti tampak disukai oleh karyawan lainnya. Pembawaannya yang lembut dan manis, membuat orang suka dan juga segan. Maruti yang tau diri selalu merasa rendah hati. Ia tau bahwa ia bekerja disini karena belas kasihan Panji semata. Ia yakin, pasti Panji telah bicara dengan pak Agus dan membuat Maruti dengan mudah diterima. Banyak yang harus dia pelajari pada pekerjaan barunya, dan dia belajar dengan sungguh2. Semoga tidak mengecewakan, demikian selalu kata hatinya.

Tiba2 seorang gadis cilik berlari lari kearahnya, diikuti oleh seorang wanita muda yang tampaknya babby sitter, menilik pakaian putih2 yng dikenakannya.

"Papa... aku mau papa...," gadis kecil itu berkata sedikit cedal.  Umurnya kira2 baru 3 tahunan. Maruti yang sedang bersiap siap pulang memandangi gadis itu dan tersenyum ramah.

"Hallo adik kecil, mau cari siapa?"

"Mana papa?" mata bulat bening itu mendongak, memandangi Maruti dengan heran. Mungkin karena baru sekali melihatnya.

Maruti berjongkok dihadapannya, dan memegangi pipinya dengan gemas.

"Mana papa?" gadis itu bertanya lagi.

Maruti yang tidak tau siapa papa gadis cilik itu  menoleh kesana kemari, barangkali ada laki2 yang sedang dicari. Tiba2 wanita baju putih itu mendekat.

"Sasa... papa disana..." lalu ia tersenyum pada Maruti.

"Oh.. nama kamu Sasa? Cantik sekali... " sekali lagi Maruti mengelus pipi Sasa.

Sasa menoleh kearah yang ditunjuk pembantunya, dan berteriak nyaring sambil berlari lari kecil.

"Papaa.. papaaa... "

Maruti terkejut, melihat Agus sudah menggendong Sasa dan menciuminya.. sambil terus berjalan kearah keluar.

"Maruti, ini anakku, Sasa..." Agus memperkenalkan anaknya setiba didepan Maruti. Maruti tersenyum lebar, alangkah menggemaskan gadis kecil itu.

"Kami sudah berkenalan tadi," jawab Maruti.

"Oh ya, Maruti pulang sama siapa?"

"Sendiri pak, silahkan kalau ..."

"Ayo aku antar sekalian.." Agus memotong kata2 Maruti.

"Oh.. nggak pak.. terimakasih... saya bisa...mm.."

"Biar Maruti pulang sama saya saja," suara itu mengejutkannya. Maruti terpana dan melihat Panji sedang berjalan kearahnya.

*

besok lagi ya

Komentar

Postingan Populer