SEPENGGAL KISAH (5)

SEPENGGAL  KISAH

BAGIAN  5
Minggu,  04 November 2018


Tersedak Asri tiba-tiba. Ucapan Mimi benar-benar tak pernah disangkanya. Wajah Damar merah padam.

"Apa kau sudah gila?"
hardiknya .

"Sorry .. apa kau malu mengakuinya karena ada dia?" Mimi menuding ke arah Asri yang menunduk dengan perasaan tak menentu.

"Edann !"

Damar berdiri dan menarik tangan Asri, mengajaknya keluar dari rumah makan itu.

Tapi Asri melepaskan tangannya.

"Biar aku pulang sendiri," katanya lirih.

"Asri, tidak bisa .. aku harus mengantarmu."

Keduanya berjalan ke luar, meninggalkan Mimi yang memandangi dengan kesal.

Asri memasuki rumahnya tanpa mempersilakan Damar untuk masuk.

"Pulanglah, bukankah mereka menunggumu?"

"Kau jangan mempercayai kata-kata nya. Dia itu gila."

"Ini bukan masalah aku percaya atau tidak. Mereka menunggumu dan aku tak mau Mimi menganggap aku sebagai penghalang."

Sore itu setelah menjemput Ayahnya, Asri langsung masuk ke kamarnya. Itu tak biasa ia lakukan, dan Ayahnya merasakan ada sesuatu yang terjadi pada anak satu-satunya. Oh ya.. Pak Marsam baru ingat, hari itu pengumuman ujian di sekolah Asri. Bergegas diketuknya pintu kamar Asri.

" Ya Pak? Oh maaf, aku belum buatkan teh untuk Bapak."

Pak Marsam menahan lengan anak gadisnya karena melihat telaga bening dipelupuk mata anaknya.

"Kamu menangis?"

"Oh.. eh.. apa? Ini.. bukan Pak.. aku tidak menangis. Mataku pedih terkena debu, baru saja aku meneteskan obat tetes mata. Sebentar ya Pak.."

"Duduklah, Bapak sampai lupa menanyakan.. tadi pengumuman ujian bukan? Anak Bapak pasti lulus bukan?"

Asri tersenyum dan mengangguk. Pak Marsam merangkul anaknya erat-erat, dan itu membuat tangis Asri meledak. Banyak hal yang membuat Asri menangis. Terharu melihat kegembiraan Ayahnya. Sedih melewati hari yang seharusnya membahagiakan menjadi terluka karena kehadiran Mimi. Namun Pak Marsam merasakan hal yang lain.

"Nduk, apa kamu ingin melanjutkan sekolahmu?"

Asri menggeleng keras.

"Kalau kau ingin, ya sudahlah nggak apa-apa. Bapak bisa mencarikan uangnya kok." Pak Marsam mengelus kepala anaknya lembut. Asri semakin terisak.

"Bukan Pak.. bukan.. Asri tak ingin melanjutkan sekolah."

"Asri.. Bapak memang bukan orang kaya, tapi Bapak akan melakukan apa saja agar kau bisa mencapai cita-citamu."

"Tidak Pak.. biar Asri mencari pekerjaan saja. Bapak jangan terbebani oleh perasaan seakan Asri sangat ingin melanjutkan sekolah."

Pak Marsam masih mengelus kepala anaknya.

"Apakah kau sedih karena menjadi anak orang miskin seperti Bapak?"

Ada lanjutannya, bersambung

Komentar

Postingan Populer