Kisah Bilal Bin Rabah Al Habsy Radhiyallahu Anhu

 Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam


Kisah Bilal Bin Rabah Al Habsy Radhiyallahu Anhu


Bilal bersyukur penuh kegembiraan. Selesai shalat subuh, ia berlalu membawa unta-unta itu menemui si orang musyrik. Setelah melunasi semua hutang-hutangnya, ternyata masih tersisa cukup banyak. Ia kembali ke masjid menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata, "Ya Rasulullah, aku bersyukur Allah telah membebaskan hutang-hutang kita tanpa sisa sedikitpun!"


Melihat masih ada yang tersisa dari barang tersebut, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, "Bagikanlah barang-barang ini sampai habis sehingga aku menjadi tenang. Aku tidak akan pulang ke rumah sebelum sisa barang-barang ini habis dibagikan."


Bilal melaksanakan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, ia berkeliling mencari orang-orang miskin yang membutuhkan, dan membagikan sisa barang tersebut. Setelah shalat isya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menemui Bilal dan bertanya tentang sisa barang tersebut. Bilal menjawab, "Masih ada, ya Rasulullah, karena sudah tidak ada orang yang memerlukannya lagi!"


Mendengar jawaban ini Nabi tidak pulang, tetapi tidur di masjid. Keesokan harinya, setelah shalat isya beliau bertanya lagi seperti sebelumnya. Kali ini Bilal menjawab, "Tidak ada sisa, ya Rasulullah, Allah telah memberkati anda dengan ketentraman jiwa, semua sisa barang itu telah habis saya bagikan pada hari ini."


Mendengar jawaban itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersyukur memuji Allah Subhanahu Wata’ala dan pulang ke rumah istrinya.


Pada hari wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan saat itu beliau belum dimakamkan, Bilal mengumandangkan Adzan seperti biasanya. Ketika sampai pada kalimah syahadah dimana nama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam disebutkan, ia menangis dan banyak para sahabat lainnya menangis juga. Setelah Beliau dikebumikan, Abu Bakar meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan seperti biasanya, Bilal menolak dan berkata, "Jika engkau dahulu memerdekakan aku agar aku selalu menyertaimu, itu memang seharusnya. Tetapi jika engkau memerdekakan aku karena Allah, maka ijinkanlah aku bersama Dzat Yang demi Dia, engkau memerdekakan aku."


Abu Bakar mengatakan bahwa ia memerdekakannya karena Allah, maka Bilal berkata, "Aku tidak akan menjadi muadzdzin lagi setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam wafat. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, bahwa amalan seorang mukmin yang paling utama adalah jihad di jalan Allah, maka ijinkanlah aku untuk berjuang bersama para mujahid di Syam!"


Dalam satu riwayat dikatakan bahwa Abu Bakar mengijinkannya pergi ke Syam, dan riwayat lainnya menyatakan, Abu Bakar mempertahankannya tetap di Madinah walau tidak sebagai muadzdzin. Dan baru pada masa Umar ia memaksa untuk pergi berjihad di Syam, walau Umar berusaha mempertahankannya tetap tinggal di Madinah.


Ketika Khalifah Umar berkunjung ke Syam, beberapa orang mendatanginya dan memohon agar Bilal mau melantunkan adzan, walau untuk satu shalat saja. Mereka ini mungkin telah mendengar kisah kehidupan Bilal, tetapi sama sekali belum pernah mendengar adzan Bilal. Mereka ingin tahu seperti apa sehingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memilihnya sebagai muadzdzin pertama. Ketika hal itu disampaikan Umar, sebenarnya Bilal menolak, tetapi karena banyaknya suara yang memintanya, iapun memenuhinya. Bilal naik ke menara dan mulai melantunkan adzan.


Para sahabat yang hadir banyak yang menangis, mereka seolah dibawa kembali ke suasana saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam masih hidup. Dan yang paling keras tangisnya adalah Umar bin Khaththab dan Bilal sendiri, setelah ia selesai adzan. Itulah terakhir kalinya Bilal melantunkan adzan. Setelah itu ia berjuang di medan jihad sampai akhir hayatnya. Jenazahnya dimakamkan di bumi Damsyiq (kini Damaskus).


InsyaAllah besok kita lanjutkan dengan Kisah Sahabat yg lain....


Semoga berkenan...

Mohon maaf lahir dan bathin...

Komentar

Postingan Populer