Kisah Bilal Bin Rabah Al Habsy Radhiyallahu Anhu

 Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam


Kisah Bilal Bin Rabah Al Habsy Radhiyallahu Anhu


Bilal bin Rabah al Habsyi hanyalah seorang budak biasa sebagaimana budak-budak lainnya, nasibnya sebagai putra seorang budak yang secara otomatis menjadikannya sebagai budak pula. Ia dimiliki oleh seorang tokoh Quraisy dari bani Jumah, Umayyah bin Khalaf, yang sangat membenci Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan kehadiran agama baru di lingkungan mereka. Tetapi justru kebencian tuannya kepada Nabi dan Islam ini yang menjadi jalan hidayah bagi Bilal. Mereka begitu semangat membahas, menghujat dan mencaci-maki, dan sesekali takjub atas munculnya agama baru dan sosok Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dan itu semua menjadi informasi tak terbatas bagi Bilal tentang Islam, yang akhirnya membawa langkahnya menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, tentu tanpa sepengetahuan tuannya, untuk memeluk Islam.


Bilal merupakan orang Islam pertama dari golongan budak, dan itu menjadikan Umayyah bin Khalaf merasa begitu terhina dan ternoda kehormatannya. Karena itu ia melakukan berbagai macam cara penyiksaan yang biadab untuk bisa mengembalikan Bilal kepada agama jahiliah. Ia tidak ingin, peristiwa ini menjadi preseden bagi budak-budak lainnya dan ia yang disalahkan oleh tokoh Quraisy lainnya.


Tetapi siksaan seperti apa yang bisa mengubah keyakinan seseorang jika telah begitu lekat di dalam jiwa. Jika tidak ada hal-hal lain yang diinginkan, dan jika kematian tidak lagi ditakuti, bagaimana mungkin bisa mengubah prinsip hidup seseorang. Itulah yang terjadi pada diri Bilal, makin berat siksaan yang dirasakannya, makin mendekatkan dirinya pada al Ahad, Allah Subhanahu Wata’ala…, Ahad, Ahad, Ahad, itulah yang seolah menjadi simbol perjuangannya.


Siang hari yang sangat panas di padang pasir, ia dibaringkan di atas bara. Terkadang dalam keadaan telanjang ia dilemparkan ke atas pasir yang seperti menyala, kemudian ditindih dengan batu besar yang tak kalah panasnya. Sore hari ketika mulai dingin, ia ditegakkan dan lehernya dirantai kemudian diarak keliling melalui bukit-bukit dan jalanan di kota Makkah.Tidak satu hari dua hari, tidak satu minggu dua minggu, tetapi berbilang bulan, bahkan mungkin berbulan-bulan siksaan itu berlangsung.


Seolah karang yang tak hendak lapuk dan hancur diterjang ombak selama bertahun-tahun, begitulah keyakinan yang tertanam di dalam jiwa Bilal. Di dalam kelemahannya, di dalam ketidak-berdayaannya, hanya satu kata yang lekat dan tertanam erat, Ahad, Ahad, Ahad. Sampai-sampai para penyiksanya jatuh kasihan, atau juga menjadi bosan dengan apa yang dilakukannya. Tetapi mereka enggan untuk melepaskan Bilal begitu saja karena gengsi, takut nama baik dan kehormatannya sebagai tokoh kaum Quraisy tercemar, karena mengalah pada seorang budak yang keras kepala. Atau lebih tepatnya, seorang muslim yang begitu kokoh keimanannya.


Bahkan ada riwayat menyatakan, para penyiksa itu meminta Bilal untuk satu kali saja mengatakan "Latta dan Uzza",agar mereka punya alasan untuk melepaskannya, setelah itu terserah apa yang akan dilakukannya, bahkan mereka akan membebaskannya dari perbudakan. Tetapi Bilal tak bergeming, Cuma satu kata yang keluar dari mulutnya secara berulang-ulang, “Ahad, Ahad, Ahad…!!”


Di suatu pagi menjelang siang, seperti biasanya Bilal digiring ke padang pasir, ke tempat penyiksaannya, datanglah Abu Bakar kepada mereka dan berkata, "Apakah kalian hendak membunuh seorang laki-laki yang mengatakan Tuhannya adalah Allah??"


Kemudian Abu Bakar berpaling kepada Umayyah bin Khalaf, sambil menyerahkan uang ia berkata, "Terimalah uang ini sebagai tebusannya, ini lebih tinggi dari harganya, dan bebaskan dia…!!"


Tampak sekali kelegaan pada Umayyah bin Khalaf dan para penyiksa Bilal, mereka sudah sangat jenuh dan hampir putus asa. Mereka hanya butuh alasan kecil untuk bisa melepaskan Bilal, tetapi malah mendapat setumpuk uang, tentu saja mereka amat gembira, apalagi mereka ini pada dasarnya seorang pedagang. Namun demikian Umayyah berkata, "Bawalah dia, demi Latta dan Uzza, andai saja engkau membayar tak lebih dari satu uqiyah, aku akan melepaskannya…"


Abu Bakar mengerti apa yang dimaksudkan Umayyah, yakni ingin merendahkan martabat Bilal. Karena itu ia berkata, "Andai saja kalian tidak melepasnya kecuali dengan harga seratus uqiyah, aku pasti akan membayarnya."


Abu Bakar membawa Bilal ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, sekaligus mengumumkan pembebasannya dari status budak. Sekelompok kecil sahabat yang hadir saat bergembira seolah sedang merayakan hari besar. Dan hari itu memang hari besar, bukan hanya buat Bilal, tetapi untuk seluruh umat manusia, hari yang sebenarnya lebih tepat untuk dijadikan sebagai "Hari Persamaan Hak Asasi Manusia."


InsyaAllah besok kita lanjutkan Kisahnya...


Semoga berkenan...

Mohon maaf lahir dan bathin...

Komentar

Postingan Populer